Sabtu, 10 Desember 2011

Psikologi

Sebenarnya apa itu ilmu psikologi?

Dimana-dimana kita selalu mendengar istilah psikologi, namun tak jarang ada dari kita yang tidak mengerti apa arti dari psikologi itu. Banyak ahli yang memcoba mendefinisikan arti dari psikologi.
Awalnya para ahli psikologi mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa. Namun ketika ditanya jiwa yang mana itu tak seorangpun dapat menjawab karena pengertian jiwa itu sendiri yang demikian abstrak. Dalam Al-Qur’an juga sudah dijelaskan bahwa kita manusia hanya diberi pengetahuan sedikit sekali tentang jiwa atau yang disebut ruh itu. Maka para ahli merubah definisi dari ilmu jiwa menjadi ilmu tentang perilaku manusia. Tentang manusia, karena sifatnya yang unik dan banyaknya tingkah laku manusia yang ada kaitannya dengna jiwa.

Dari berbagai definisi saya memperoleh kesimpulan bahwa psikologi adalah ilmu tentang tingkah laku manusia yang cara memperolehnya melalui metode-metode tertentu ( eksperimental, non-eksperimental) dan telah memenuhi syarat ilmu. Perkembangan psikologi itu sendiri terus mengalami peningkatan dari abad ke abad hingga psikologi disebut ilmu yang mandiri atau otonom dengan dibangunnya laboratorium Psikologi pertama di dunia di Leipzig pada tahun 1979. Yang diteliti dalam laboratorium ini mengenai gejala pengamatan dan tanggapan manusiaseperti persepsi, reproduksi, ingatan, asosiasi dan fantasi. Yang merambah ilmu psikologi pada awalnya adalah Plato.

Dalam teorinya tentang “Pengingatan-Kembali”, Plato mengapungkan dua proposisi. Pertama, jiwa sudah ada sebelum adanya badan di alam yang lebih tingggi daripada alam materi. Kedua, pengetahuan rasional tidak lain adalah pengetahuan tentang realitas-realitas yang tetap di alam yang lebih tinggi, yang oleh Plato disebut dengan archetypes. Plato, dengan dua proposisi di atas, jelas menekankan lebih pentingnya jiwa daripada raga dalam kehidupan manusia.
Dengan kata lain, tubuh mempunyai nilai yang lebih rendah dari jiwa. Akan tetapi, jiwa pun bisa rusak juga, dan kerusakan itu berasal dari badan. Plato melihat hubungan jiwa dan badan sebagai pembagian fungsi antara badan sebagai kapal dan jiwa sebagai nahkodanya, yang mengemudikan dan memimpin.

Berbeda dengan Plato, Descrates melihat kesalingterkaitannya, yaitu jiwa pada hakikatnya mengarah ke badan. Kalau badan sakit, jiwa turut merasakannya. Akan tetapi jiwalah yang memberi kesadaran dan arti pada badan dan menunjukkan adanya ‘aku’. Keduanya berbeda namun saling terkait. Badan dilukiskan sebagai mesin yang walaupun ada substansinya, belum bisa dibilang manusia jika tidak ada jiwanya yang bisa mengatakan ‘aku’. Dan perkataan ‘aku’ ini lahir ketika substansi itu mulai berfikir. Setelah kedua pandangan tersebut muncul pandangan-pandangan lain tentang psikologi dan menyebabkan psikologi terus berkembang sampai sekarang ini. Keberbedaan konsep psikologi yang satu dengan yang lain menyebabkan adanya aliran-aliran psikologi, yang antara lain :

1. Strukturalisme
Tokoh psikologi Strukturalisme adalah Wilhelm Wundt. Yang mulai berkembang pada abad ke19 yaitu pada awal berdirinya psikologi sebagai suatu disiplin ilmu yang mandiri. Menurutnya untuk mempelajari gejala-gejala kejiwaaan kita harus mempelajari isi dan struktur jiwa seseorang. Metode yang digunakan adalah instrospeksi / Elemen mawas diri. Obyek yang dipelajari dalam psikologi ini adalah Kesadaran.

Mental/elemen-elemen yang kecil :
1.Jiwa
2.Kesadaran
3. Penginderaan : penangkapan terhadap rangsang yang datang dari luar dan dapat dianalisa sampai elemen-elemen yang terkecil
Perasaaan sesuatu yang dimiliki dalam diri kita, tidak terlalu di pengaruh rangsangan dari luar.


2. Fungsionalisme
Tokohny adalah WILLIAM JAMES (1842-1910)
Pendapatnya:

  • Mempelajari fungsi / tujuan akhir aktivitas
  • Semua gejala psikis berpangkal pada pertanyaan dasar yaitu apakah gunanya aktivitas itu
• Jiwa seseorang diperlukan untuk melangsungkan kehidupan dan berfungsi untuk menyesuaikan diri. Psikologi ini lebih menekankan apa tujuan atau akhir dari suatu aktivitas.

3. Psikoanalisis
Aliran behaviourisme dianggap gagal karena tidak memperhitungkan faktor kesadaran manusia. Aliran behaviourisme tidak memperhitungkan faktor pengalaman subjektif masing-masing individu (cinta, keberanian, keimanan, harapan dan putus asa). Jadi aliran ini gagal memperhitungkan kesadaran manusia dan motif-motif tidak sadarnya.

Kemudian muncullah aliran berikut: psikoanalisis. Psikoanalisis disebut sebagai depth psychology yang mencoba mencari sebab-sebab perilaku manusia pada alam tidak sadarnya. Tokoh dari aliran ini adalah Sigmund Freud seorang neurolog berasal dari Wina, Austria akhir abad ke-19. Aliran ini berpendapat bahwa manusia adalah makhluk yang berkeinginan (homo volens).

Dalam pandangan Freud, semua perilaku manusia baik yang nampak (gerakan otot) maupun yang tersembunyi (pikiran) adalah disebabkan oleh peristiwa mental sebelumnya. Terdapat peristiwa mental yang kita sadari dan tidak kita sadari namun bisa kita akses (preconscious) dan ada yang sulit kita bawa kea lam tidak sadar (unconscious). Di alam tidak sadar inilah tinggal dua struktur mental yang ibarat gunung es dari kepribadian kita, yaitu:
  1. Id, adalah berisi energi psikis, yang hanya memikirkan kesenangan semata.
  2. Superego, adalah berisi kaidah moral dan nilai-nilai sosial yang diserap individu dari lingkungannya.
  3. Ego, adalah pengawas realitas.
Sebagai contoh adalah berikut ini: Anda adalah seorang bendahara yang diserahi mengelola uang sebesar 1 miliar Rupiah tunai. Id mengatakan pada Anda: “Pakai saja uang itu sebagian, toh tak ada yang tahu!”. Sedangkan ego berkata:”Cek dulu, jangan-jangan nanti ada yang tahu!”. Sementarasuperego menegur:”Jangan lakukan!”.

Pada masa kanak-kanak kira dikendalikan sepenuhnya oleh id, dan pada tahap ini oleh Freud disebut sebagai primary process thinking. Anak-anak akan mencari pengganti jika tidak menemukan yang dapat memuaskan kebutuhannya (bayi akan mengisap jempolnya jika tidak mendapat dot misalnya).

Sedangkan ego akan lebih berkembang pada masa kanak-kanak yang lebih tua dan pada orang dewasa. Di sini disebut sebagai tahap secondary process thinking. Manusia sudah dapat menangguhkan pemuasan keinginannya (sikap untuk memilih tidak jajan demi ingin menabung misalnya). Walau begitu kadangkala pada orang dewasa muncul sikap seperti primary process thnking, yaitu mencari pengganti pemuas keinginan (menendang tong sampah karena merasa jengkel akibat dimarahi bos di kantor misalnya).
Proses pertama adalah apa yang dinamakan EQ (emotional quotient), sedangkan proses kedua adalah IQ (intelligence quotient) dan proses ketiga adalah SQ (spiritual quotient).
4. Gestalt
Kata gesalt berasal dari bahasa Jerman yang dalam bahasa Inggris berarti shape atau bentuk. Karena tidak ditemukan arti yang sesuai maka gesalt tetap dipakai. Tokoh psikologi ini adalah MAX WERTHEIMER (1880-1943). Pendapatnya : Bahwa dalam alat kejiwaan tidak terdapat jumlah unsur-unsurnya melainkan Gestalt (keseluruhan) dan tiap-tiap bagian tidak berarti dan bisa mempunyai arti kalau bersatu dalam hubungan kesatuan.
5. Behaviorisme
Aliran ini sering dikatkan sebagai aliran ilmu jiwa namun tidak peduli pada jiwa. Pada akhir abad ke-19, Ivan Petrovic Pavlov memulai eksperimen psikologi yang mencapai puncaknya pada tahun 1940 - 1950-an.

Di sini psikologi didefinisikan sebagai sains dan sementara sains hanya berhubungan dengan sesuatu yang dapat dilihat dan diamati saja. Sedangkan ‘jiwa’ tidak bisa diamati, maka tidak digolongkan ke dalam psikologi. Aliran ini memandang manusia sebagai mesin (homo mechanicus) yang dapat dikendalikan perilakunya melalui suatu pelaziman (conditioning).

Sikap yang diinginkan dilatih terus-menerus sehingga menimbulkan maladaptive behaviour atau perilaku menyimpang. Salah satu contoh adalah ketika Pavlov melakukan eksperimen terhadap seekor anjing. Di depan anjing eksperimennya yang lapar, Pavlov menyalakan lampu. Anjing tersebut tidak mengeluarkan air liurnya. Kemudian sepotong daging ditaruh dihadapannya dan anjing tersebut terbit air liurnya. Selanjutnya begitu terus setiap kali lampu dinyalakan maka daging disajikan. Begitu hingga beberapa kali percobaan, sehingga setiap kali lampu dinyalakan maka anjing tersebut terbit air liurnya meski daging tidak disajikan.

Dalam hal ini air liur anjing menjadi conditioned response dan cahaya lampu menjadi conditioned stimulus. Percobaan yang hampir sama dilakukan terhadap seorang anak berumur 11 bulan dengan seekor tikus putih. Setiap kali si anak akan memegang tikus putih maka dipukullah sebatang besi dengan sangat keras sehingga membuat si anak kaget. Begitu percobaan ini diulang terus menerus sehingga pada taraf tertentu maka si anak akan menangis begitu hanya melihat tikus putih tersebut. Bahkan setelah itu dia menjadi takut dengan segala sesuatu yang berbulu: kelinci, anjing, baju berbulu dan topeng Sinterklas. Ini yang dinamakan pelaziman dan untuk mengobatinya kita bisa melakukan apa yang disebut sebagai kontrapelaziman (counterconditioning).

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2009 Belajar. Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Blogger Showcase